"Mengembalikan kejayaan Indonesia ini memang tidak mudah. Pencurian ikan
di laut kita sudah berlangsung dalam beberapa dekade," kata Susi di
Pantai Depok, Bantul, Minggu (21/5).
Susi mengungkapkan, kebijakan memerangi illegal fishing berdampak
pada penghematan bahan bakar minyak karena ternyata banyak kapal asing
yang menggunakan bahan bakar berasal dari Indonesia.
"Di tengah laut ada pom bensin, di sana (BBM) dijual ke maling ikan," ujarnya.
"Baik
sekali orang kita ini, (orang) Indonesia, orangnya ramah, termasuk sama
pencuri yang menjarah rumahnya," tuturnya kemudian.
Oleh karena itu, menurut Susi, jika makin sering kapal asing ilegal ditangkap, maka Pertamina bakal mendapat banyak surplus.
Selain
itu, lanjut Susi, illegal fishing membuat menurunnya jumlah populasi
ikan hingga berdampak pada menurunnya jumlah nelayan. Dari sensus
2003-2013, jumlah keluarga nelayan di Indonesia menurun dari 1,6 juta
menjadi 800.000 kepala keluarga.
Untuk itu, pihaknya terus
memerangi illegal, unreported, and unregulated fishing dan hasilnya
sudah mulai berdampak baik kepada nelayan maupun masyarakat yang
mengonsumsi ikan.
Pada akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015,
konsumsi ikan di Indonesia hanya 36 kg per kapita per tahun. Setelah
kebijakan pemberantasan illegal fishing, pada akhir tahun 2016, konsumsi
ikan naik jadi 41 per kapita per tahun.
"Target kami tahun kemarin, konsumsi ikan 43 kg lebih," ulasnya.
Dengan
peningkatan pada 2015-2016 yang mencapai 7 kg lalu dikalikan jumlah
masyarakat Indonesia yang berjumlah 250 juta orang, maka peningkatan
mencapai 1,75 juta ton ikan.
Susi pun berharap, semua pihak ikut
mendukung langkah pemerintah memerangi kejahatan di laut. Kapal pencuri
ikan, lanjut dia, kini sudah mulai berpikir dua kali untuk melaksanakan
aksinya di perairan Indonesia.
Sumber : Kontan.co.id
No comments:
Post a Comment