Di dalam laporannya, KKP menganggarkan Rp 209 miliar untuk pengadaan
kapal bagi nelayan dengan jumlah sekitar 750 kapal dan ditargetkan
selesai prosesnya pada 31 Desember 2016, kemudian diperpanjang hingga
Maret 2017.
Namun hingga akhir tahun lalu, baru 48 kapal yang
tercatat telah direalisasikan dan memiliki berita acara serah terima
sebagai syarat pemenuhan akuntabilitas. Padahal seluruh dana program
telah dicairkan.
"Ini proses akuntabilitas ada yang belum
selesai, belum lengkap berita acaranya, ada administrasi yang tidak
tertib," ujar Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, dalam konferensi
pers di kantornya, di Gatot Soebroto, Jakarta, Senin, 22 Mei 2017.
Meskipun demikian, Moermahadi mengatakan temuan itu tak terkait dengan
kinerja kementerian secara keseluruhan. "Jadi kita harus memisahkan
antara prestasi dan kinerja Bu Susi dengan akuntabilitas di laporan
keuangannya."
Adanya bukti akuntabilitas yang belum terpenuhi
itu, kata Moermahadi menimbulkan keraguan di pihak auditor. "Jadi
temen-temen kurang yakin ini belanjanya udah selesai apa belum, karena
uang Rp 209 miliar itu udah cair," ucapnya.
Menurut Moermahadi, terdapat juga kemungkinan adanya kekeliruan dalam
menerapkan sistem informasi aset negara. "Mungkin mereka salah sehingga
akumulasi penyesuainnya jadi negatif."
Moermahadi mengatakan
sejauh ini Biro Keuangan KKP berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan
dan rekomendasi BPK. Namun, jika dibutuhkan BPK juga dapat melakukan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) untuk temuan ini. "Mereka
bilang tidak ada yang fiktif, jadi kalau tahun depan bisa clear ya
mungkin bisa WTP."
Selain KKP, terdapat lima kementerian dan
lembaga yang memperoleh opini disclaimer dari BPK. Kelima kementerian
dan lembaga itu adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian
Pemuda dan Olahraga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Badan Keamanan Laut,
dan Badan Ekonomi Kreatif.
sumber : tempo.co.id
No comments:
Post a Comment